Aku, Kamu, dan Hujan
Oleh : Anita Sari
Mereka menatap hujan dari bawah naungan
atap rumbia di saung itu. Saung itu terletak di salah satu sisi halaman rumah
Sophie yang luas. Sophie mencoleh pundak Rie dengan telunjuknya. Rie menoleh
dan tersenyum. Matanyan yang kecil jadi semakin sipit saat tersenyum. Rie
kembali menggerakkan jemarinya di keyboard,
sambil sesekali menyingkirkan poni acak di dahinya yang akhir-akhir ini
berjerawat. Kulitnya yang coklat membuat jerawat-jerawat kecil itu tidak begitu
terlihat, tapi Rie suka menggaruk jerawt-jerawtnya karena gatal. Rambut Rie
kemerahan, tapi itu bukan karena diwarnai. Rambut Rie tipis, menjuntai lemas di
bahu, dan warna kemerahan tidak bisa
hilang meski ia telah memakai sampo yang katanya sangat bagus untuk
menghitamkan rambut. Beda dengan Rie, Sophie memiliki sepasang mata lebar yang
lucu, dengan bulu mata hitam lebat yang lurus alias tidak lentik sama
sekali, alis tipis dan pipi chubby, dengan bibir merah muda yang
seimbang. Kulit kuning, rambutnya lurus alami, tipis melewati pundah dan selalu
dalam keadaan terikat, membentuk ekor kuda.
Keduanya sama-sama suka menulis. Sophie
menulis dongeng anak, sedangkan Rie menulis cerita-cerita remaja. Hanya Rie
seorang yang membaca tulisan-tulian Sophie, dan hanya Sophie seorang yang
membaca cerpen-cerpen Rie. Hal seperti itu sudah berlangsung sejak mereka SMP.
Rumah Sophie dan Rie berhadapan,
dipisahkan oleh jalan kampung yang lumayan ramai. Beda dengan rumah Sophie yang
segar, rumah Rie besar, bergaya modern dan berlantai dua. Kadang, Sophie dan
Rie saling melambaikan tangan dari balkon kamar Rie di lantai dua, dan Sophie
di saung depan rumahnya. Ada satu balkon lagi di sana, balkon kamar Virgo. Dari
rumahnya, kadang Sophie juga bisa melihar Virgo duduk di balkon kamarnya, hanya
saja Sophie tidak pernah memedulikan cowok itu. Sama seperti Rie, ia tidak suka
memedulikan Virgo. Bagi Sophie, orang menyakiti sahabatnya, berarti menyakiti
dirinya juga. Itulah sosok Virgo di mata Sophie. Gerimis hampir reda, tapi
Sophie tidah juga beranjak. Nyaris saja ia melanjutkan lamunannya, andai
ponselnya tidak berdering.