Minggu, 07 Desember 2014

Sinopsis Aku, Kamu, dan Hujan

Aku, Kamu, dan Hujan
Oleh : Anita Sari
Mereka menatap hujan dari bawah naungan atap rumbia di saung itu. Saung itu terletak di salah satu sisi halaman rumah Sophie yang luas. Sophie mencoleh pundak Rie dengan telunjuknya. Rie menoleh dan tersenyum. Matanyan yang kecil jadi semakin sipit saat tersenyum. Rie kembali menggerakkan jemarinya di keyboard, sambil sesekali menyingkirkan poni acak di dahinya yang akhir-akhir ini berjerawat. Kulitnya yang coklat membuat jerawat-jerawat kecil itu tidak begitu terlihat, tapi Rie suka menggaruk jerawt-jerawtnya karena gatal. Rambut Rie kemerahan, tapi itu bukan karena diwarnai. Rambut Rie tipis, menjuntai lemas di bahu, dan warna kemerahan  tidak bisa hilang meski ia telah memakai sampo yang katanya sangat bagus untuk menghitamkan rambut. Beda dengan Rie, Sophie memiliki sepasang mata lebar yang lucu, dengan bulu mata hitam lebat yang lurus alias tidak lentik sama sekali,  alis tipis dan pipi chubby, dengan bibir merah muda yang seimbang. Kulit kuning, rambutnya lurus alami, tipis melewati pundah dan selalu dalam keadaan terikat, membentuk ekor kuda.
Keduanya sama-sama suka menulis. Sophie menulis dongeng anak, sedangkan Rie menulis cerita-cerita remaja. Hanya Rie seorang yang membaca tulisan-tulian Sophie, dan hanya Sophie seorang yang membaca cerpen-cerpen Rie. Hal seperti itu sudah berlangsung sejak mereka SMP.
Rumah Sophie dan Rie berhadapan, dipisahkan oleh jalan kampung yang lumayan ramai. Beda dengan rumah Sophie yang segar, rumah Rie besar, bergaya modern dan berlantai dua. Kadang, Sophie dan Rie saling melambaikan tangan dari balkon kamar Rie di lantai dua, dan Sophie di saung depan rumahnya. Ada satu balkon lagi di sana, balkon kamar Virgo. Dari rumahnya, kadang Sophie juga bisa melihar Virgo duduk di balkon kamarnya, hanya saja Sophie tidak pernah memedulikan cowok itu. Sama seperti Rie, ia tidak suka memedulikan Virgo. Bagi Sophie, orang menyakiti sahabatnya, berarti menyakiti dirinya juga. Itulah sosok Virgo di mata Sophie. Gerimis hampir reda, tapi Sophie tidah juga beranjak. Nyaris saja ia melanjutkan lamunannya, andai ponselnya tidak berdering.

Telepon sudah ditutup. Sophie mematikan laptopnya sambil bersungut-sungut. Ia rasa, Ganesha sering sekali memaksakan keinginannya. Apa memang begini harusnya kalau punya pacar populer? Sebulan lalu, Esa tiba-tiba membelikannya satu set gelang warna-warni dan rok mini berlipat warna pink cerah. Sambil mendesah, ia bangkit dan pergi meninggalkan saung.
Suara piring dan sendok beradu di meja makan itu. Berulang kali Mama mengusap rambut Virgo yang terpotong rapi. Rie menatap mereka satu per satu sambil meneguk minumannya. Selalu begiu bila Virgo pulang. Disambut dengan hangat, dimasakkan macam-macam. Diberi sejua perhatian. Rie menatap Virgo dalam. Cowok itu begitu mudah membuat orang tuanya bahagia. Ia memang dilahirkan dengan wajah biasa-biasa saja, tidak seperti Virgo yang berkulit putih dan tampan. Saat masuk SD, Virgo selalu masuk peringkat tiga besar, sementara peringkat terbaik Rie hanyalah peringkat delapan. Andai saja kedua orang tuanya menyadari, semua bayi yang terlahir ke dunia tidak pernah bisa memilih wajah mereka sendiri.
Sophie melotot ke arah Ganesha. Ia memekik sambil menjinjing gaun tipis yang diserahkan padanya barusan. Gaun itu berwarna krem, tipis tanpa lengan dengan hiasan bunga-bunga mungil di bagian dadanya. Saat menempelkan gaun itu ke tubuhnya, panjangnya hanya sampai pertengahan paha. Bagi Sophie yang biasa tampil sederhana, gaun itu terlihat berlebihan. Ganesha menutup mulut Sophie cepat, menyadari bahwa orang-orang mulai memerhatikan mereka. Sophie menjelaskan bahwa dirinya tidak ingin gaun itu, ia merasa dirinya seperti lontong jika mengenakan gaun itu. Ganesha seketika terpingkal-pingkal mendengar kalimat terakhir Sophie. Sophi merengut, ia menjelaskan bahwa lontong walaupun dibungkus tetapi masih tetap kelihatan bentuk dalamya, seperti cewek yang pakai baju ketat dan lekuk badannya terlihat. Ganesha menatap pacarnya yang mendadak terlihat sedih. Sophie manis. Cantik. Ia tidak girlie tapi juga tidak tomboi. Ia tidak hobi dandan, meski tidak juga suka main layangan. Sophie tidak berambut mirip cowok dan sering memakai rok. Tapi ia tetap manis. Cantik.
Sophie sering mendengar nama Kyana dari teman-teman cowok di kelasnya. Ternyata Kyana adalah teman SMP Ganesha. Pesta itu hanya sebuah pesta ulang tahun yang biasa, dengan hidangan, hiburan, dan tamu-tamu undangan yang biasa. Sebuah meja bulat besar diletakkan di tengan ruangan, dan di atasnya ada kue tart dengan lilin. Kyana menggunakan gaun selutut berwarna keemasan, gaun itu tanpa lengan. Rambutnya yang lurus dan halus tergerai serasi di pundaknya, dengan hiasan kupu-kupu yang cantik diatas telingannya. Malam ini Sophie merasa tidak nyaman, ia merasa ada sesuatu yang janggal. Setelah Ganesha mengenalkannya pada Kyana, ia memilih untuk duduk ditemani oleh Dipta, kakak kelasnya. Sophie menceritakan ia merasa tidak nyaman pada Dipta. Dipta mengatakan pada Sophie, Sophie pantas tidak nyaman karena datang ke ulang tahun mantan pacarnya. Sophie kaget dengan hal itu, ia merasa dibihongi. Dengan pilu Sophie menatap ke tengah ruangan, mendapati Esa sedang tertawa di dekat Kyana. Seketika itu juga, Sophie memilih untuk pulang. Ditemani oleh Dipta mereka naik taksi untuk pulang. Malam itu, hati Sophie hancur.
Hari senin tiba. Pertemuan itu terasa sangat kaku. Berulang kali Sophie memalingkan wajahnya. Ganesha merasa bingung dengan sikap Sophie pada dirinya. Ganesha merasa seharusnya dirinyalah yang marah karena Sophie pulang duluan. Sophie pun mengatakan apa yang sudah membuatnya sesak sejak kemari. Ganesha terperangah. Sophie segera pergi meninggalkannya. Ganesha inging menyusulnya, tapi urung karena ponselnya mendadak bergetar. Lalu ia melangkah ke arah yang berbeda dengan niatnya semula.
Suara lagu Linkin Park menembus gendang telinga Sophie. Dikencangkannya volume dan ikut menyanyikan berteriak-teriak. Suara pintu digedor kencang terdengar beberapa saat kemudian. Saat ia membuka pintu, ia mendapati pelototan ibunya. Ibu langsung menyuruhnya mematikan suara bisng itu. Sophie menurut. Ia segera mengecilkan volume winamp-nya. Ibu menatap berkeliling. Suasna kamar anak gadisnya itu telah berubah. Foto-foto dan puisi yang dulu ditempel di tembok sudah tidak ada. Boneka lebah besar yang biasnya ada di antara bantal-bantal pun entah sekarang ada dimana. Ibu mengatakan bahwa beliau baru saja bertemu dengan Virgo. Ibu sempat berbincang dengan Virgo. Virgo mengatakan bahwa sekarang Sophie sombong padanya. Sophie merasa heran, sombong bagaimana? Ia memang tak terlalu dekat dengan Virgo. Sophie mengatakan pada ibunya bahwa Virgo itu anak manja. Ibu merasa Virgo anak yang baik. Sophie hanya mengangkat bahu, enggan berkomentar. Ibu hanya mengatakan padanya bahwa beliau hanya memberinya pilihan. Sophie bingung dengan maksud ibunya.
Sophie memandang bayangannya dalam cermin. Rambut lurus sebahunya yang biasanya hanya diikat kuda, sekarang berubah menjadi keriting kecil-kecil di ujungnya. Kemarin, ia juga mengambil tabungannya yang tersembunyi di sudut lemari, untk membeli sepatu dan tas baru. Saat menaruh helmnya di jok motor, Sophie melihat mata itu. Mata yang meliriknya dari jauh dan tersenyum simpul. Hanya sebuah senyum singkat tanpa disertai kata-kata. Tidak seperti yang ia harapkan.
Virgo baru saja datang, ia segera meminta mamanya membuat brownise dengan begitu Rie akan sibuk membantu mamanya. Ia segera masuk ke kamar Rie, ia sudah tidak sabar membaca kelanjutan cerita buatan adiknya. Ia hendak memasang flashdisk-nya, saat tiba-tiba flashdisk­-nya terjatuh ke bawah. Ketika ia mencari benda kecil itu di bawah, ia menemukan sebuah kardus yang pernah ia lihat sebelumnya. Ia pun membukanya. Ia melihat seluruh barang pemberiannya untuk Sophie tergeletak di dasar kardus, masih lengkap dengan plastik pembungkusnya. Lama, Virgo terhenyak. Ia baru menyadari kebencian Rie yang begitu besar padanya. Virgo menggeleng sedih. Ia baru menyadari kebencian Rie yang begitu besar padanya. Virgo menggeleng sedih. Beruntung ia segera menemukan flashdisk-nya yang jatuh sehingga ia segera mengopi file Rie dan pergi dari kamar itu. Pergi dengan sesak di dada.
Gerimis turun saat Rie dan Sophie turun dari motor sepulang sekolah. Hari ini Sophie langsung main ke rumah Rie untuk meminjam komik untuk ia baca. Mereka baru sampai di depan kamar Rie, saat ponsel Rie berdering. Sophie mendahului masuk ke kamar Rie. Sembari merbahkan tubuhnya di kasur, Sophie memandang langit-langi kamar Rie. Masih merasa bersalah pada Virgo. Tiba-tiba Rie masuk dengan ekspresi yang aneh. Ia menanyakan pada Sophie apakah Sophie mengirimkan novelnya ke lomba. Sophie menjawab dengan bingung, ia tak tahu menahu tentang lomba. Rie masih tidak percaya. Kemudian Virgo masuk ke dalam kamar Rie karena merasa terganggu dengan keributan yang ditimbulkan dari kamar Rie. Sophie mengatakan pada Virgo bahwa Rie memenangkan lomba menulis novel. Seketika wajah Virgo cerah dan ia mengatakan bahwa ia yang mengirimkan naskah tersebut. Rie bertanya pada Virgo apa maksud dirinya mengirimkan naskah itu, dengan nada datar. Rie bertanya lagi dengan nada sengit. Virgo hanya melongo melihat reaksi Rie yang tak disangkanya itu. Rie mengeluarkan semua unek-uneknya selama ini. Virgo mengatakan bahwa dirinya tak bermaksud membuat Rie menjadi yang kedua. Virgo mengatakan bahwa dirinya tahu tentang kardus yang ada di bawah tempat tidur. Dilihatnya Rie tersentak dan langsung berdiri dari duduknya. Sophie yang sedari tadi diam, mulai menggaruk-garuk kepalanya, bingung dengan suasana yang semakin aneh di sekitarnya. Virgo melangkah mendekat ke arah tempat tidur, membungkuk, kemudian menarik sebuah kardus besar dari dalamnya. Rie tertegun, seolah tidak bisa menjawab. Ia hanya diam ketika Virgo membuka kardusnya. Sophie melongok, dan dilihatnya barang-barang yang mirip dengan yang selama ini dipakai Rie. Sophie meras kecewa dengan perilaku Rie, tapi apa yang membuatnya kecewa? Ia pergi meninggalkan rumah Rie. Rie menatap kepergian Sophie dengan perasaan hancur. Kemudian ada langkah kaki mendekat dan mama mereka berdiri di pintu. Rie pun mengeluarkan semua perasaan yang ia pendam selama ini. Mama yang telah mendengar semua keluh kesah perasaan Rie, meminta maaf atas sikapnya selama ini. Rie merasa lega atas apa yang telah ia ungkapkan.
Seisi kelas tahu, Rie dan Sophie musuhan. Mereka tidak lagi berangkat bersama. Tidak pernah cekikikan berdua, tidak ke kantin sama-sama. Pokoknya tidak pernah berdua lagi. Kintan bersedia membantu Rie untuk bicara dengan Sophie. Kintan pun berbicara dengan Sophie, ia menanyakan apa yang membuatnya marah begitu lama terhadap Rie. Rie melangkah pelan meninggalkan kelas, masih dengan tas biru tersandang di pundaknya. Langkahnya sampai di perpustakaan sekolah. Ia melihat Mbak Ria, petugas perpustakaan, sedang membungkut kado. Rie mendapatkan ide, dan segera menuju ke koperasi sekolah. Sepulang sekolah Rie menggotong sebuah kardus yang tebungkus kertas kado warna kuning gading bermotif bunga Desember. Ia masih berkeringat karena lari-lari ke sana kemari dan mengobrak-abrik gudang. Dengan napas memburu, dipanggilnya Mbak Yanti. Rie meminta tolong Mbak Yanti untuk mengantarkan paket itu ke alamat yang sudah ia tulis di kardusnya. Sophie baru saja hendak meletakkan tasnya di gantungan pintu, saat ibu mendekat sambil menggotong sebuah kardus ukuran sedang. Dengan sebelah kakiknya, Sophie menggeser kardus itu sampai memasuki kamar, lalu menutup pintunya. Sebuah amplop warna pink yang norak, dengan beberapa benda yang pernah ia lihat sebelumnya. Kemudian Sophie membaca surat itu. Stetelah melemparkan surat pink itu ke atas kardus, Sophie berlari keluar rumah menuju rumah Rie. Mereka pun berbaikan.

Mobil hitam milik keluarga Rie. Sophie tidak tahan untuk tidak melongok. Sophie melihat sosok Virgo keluar membawa ranselny. Sophie memalingkan wajahnya. Virgo sudan memasuki rumah. Tiba-tiba Virgo berlari menghampirinya di saung. Sophie salah tingkah. Meu bilang apa, ya? Masak dia harus mengaku kalau sedari tadi dia menunggu Virgo? Virgo melangkah mendekat, menaiki tiga pijakan tangga lalau duduk menggantungkan kakinya di saung, hanya berjarak setengah meter dari Sophie. Mereka berdua mengenang semua kegiatan yang pernah mereka lakukan bersama. Rie datang setengah jam setelah kepulangan Virgo. Rie membawakan batik dan tiga majalah anak yang sudah lama. Rie mengingatkan Sophie untuk mengenakan baju itu nanti ketika berkencan dengan Virgo. Virgo dan Sophie akan pergi ke warung bakmi berdua. Mereka pun akhirnya bahagia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar